At-Tadzkirah Imam Qurthubi

Terjemahan Kitab at-Tadzkirah: Tata Cara Talkin

(Foto: Muhamad Basuki)

Menurut para ulama, menalkinkan orang yang akan meninggal dengan kalimat “La ilaha illallah” Hukumnya sunnah ma’tsur yang telah diamalkan kaum muslimin. Hal itu dimaksudkan agar kalimat terakhir yang diucapkan ialah kalimat “La ilaha illallah”’ (tiada tuhan selain Allah) sehingga ia mendapatkan kebahagiaan di akhirat, dan agar termasuk orang yang disinggung sebagaimana sabda Nabi Saw., “Barang siapa ucapan terakhirnya kalimat “la ilaha illallah”’, maka dia masuk surga.” Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Daud dari Mu’adz bin Jabal, dan dinilai sahih oleh Abu Muhammad Abdul Haq.

Karenanya, hendaklah orang yang sedang menghadapai kematian itu diingatkan untuk membaca “La ilaha illallah” agar dia terlindung dari godaan setan yang ingin merusak aqidahnya.

Apabila orang yang sedang menghadapi ajal (kematian) tersebut sudah membaca kalimat “La ilaha illallah” satu kali saja, jangan disuruh mengulanginya agar ia tidak merasa gelisah. Para ulama justru tidak suka memperbanyak talkin dengan cara terus mendesaknya.

Ibnu al-Mubarak berkata, “Ajarkanlah orang yang akan meninggal dengan mengucapkan, “La ilaha illallah.” Dan, jika dia sudah mengucapkannya, maka biarkanlah dia.” Dikemukakan oleh al-Baghawi dalam Syarh as-Sunnah.

Abu Muhammad Abdul Haq berkata, “Jika didesak terus untuk mengucapkan kalimat tersebut (la ilaha illallah), padahal dia sudah mengucapkannya satu kali, hal itu dikhawatirkan membuatnya gelisah lalu dimanfaatkan oleh setan, sehingga menyebabkan dia mendapati su’u khatimah.”

Demikian juga yang diamalkan oleh Ibnu al-Mubarak. Al-Hasan berkata bahwa lbnu al-Mubarak pernah berpesan kepadaku, “Talkinkanlah aku jika aku akan meninggal, dan janganlah kamu berulang-ulang kecuali jika aku sudah berbicara yang lain lagi.”

Tujuan talkin ialah agar keadaan hati seseorang yang akan meninggal hanya mengingat Allah saja. Jadi, masalahnya terfokus pada hati. Amalan hatilah yang diperhitungkan, dan yang membawa keselamatan. Gerakan bibir saja namun hatinya tidak, maka tidak bermanfaat baginya.

Menurutku, talkin juga bisa dengan cara membicarakan hadis, jika yang akan meninggal misalnya seorang ulama besar, seperti yang diceritakan oleh Abu Nu’aim berikut ini. Waktu itu, Abu Zar’ah sedang menghadapi ajal yang ditunggui oleh Abu Hatim, Muhammad bin Salamah, al-Mundzir bin Syazan, dan beberapa ulama lainnya yang membicarakan tentang hadis talkin. Mereka berharap mudah-mudahan Abu Zar’ah masih hidup.

Mereka lalu berkata, “Kawan-kawan, mari kita saling mengingatkan hadis tentang talkin.” Muhammad bin Salamah memulainya terlebih dahulu, “Aku mendengar dari adh-Dhahhak bin Mukhili dari Abu Ashim dari Abdul Hamid bin Ja’far dari Shalih bin Abu Gharib.” Sampai disitu, mereka semua terdiam.

Tiba-tiba terdengar suara berat Abu Zar’ah dan berkata, “Aku pernah mendengar dari Abu Ashim dari Abdul Hamid bin Ja’far dari Shalih bin Abu Gharib dari Katsir bin Marrah al-Hadhrami dari Mu’adz bin Jabal, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, barang siapa pada akhir perkataannya mengucapkan, “La ilaha illallah,’ maka ia masuk surga.” Dalam satu riwayat disebutkan, “... maka Allah mengharamkan ia masuk neraka.” Setelah itu Abu Zar’ah meninggal. Semoga Allah merahmatinya.

Abdullah bin Syabramah bercerita, suatu hari bersama dengan Amir as-Syu’bi, aku menjenguk orang sakit yang sudah sangat kritis. Kami mendapati ada seseorang sedang menalkinnya agar dia membaca kalimat, “La ilaha illallah” dengan diulang-ulang terus.

Asy-Syu’bi lalu menghampiri orang itu dan berkata, “Tolong, kasihani dia.” Tiba-tiba orang yang sakit kritis itu berkata, “Kamu talkini aku atau tidak, aku tidak akan pernah meninggalkan kalimat takwa tersebut.” Bahkan dia membaca ayat, “(Allah) mewajibkan kepada mereka tetap taat menjalankan kalimat takwa, dan mereka lebih berhak dengan itu dan patut memiliki-nya.” (QS. al-Fath: 26). 

Melihat hal itu, as-Syu’bi berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah berkenan menyelamatkan teman kita ini.” Konon, ketika al-Junaid hendak meninggal, dia dituntun untuk membaca kalimat “La ilaha illallah.” Tetapi, al-Junaid malah menjawab, “Aku belum lupa, dan akan aku ingat
terus.”

Menurutku, menalkinkan orang yang akan meninggal seharusnya dengan diajarkannya membaca, “La ilaha illallah” dan Kalimat syahadat, kendati pun yang bersangkutan dalam keadaan sangat sadar, sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Abu Nu’aim al-Hafizh dari Makhul dari Watsilah bin al-Asqa’ bahwa Nabi Saw. bersabda, “Saksikanlah orang-orang yang akan meninggal di antara kalian, dan tuntunlah mereka membaca kalimat, “La ilaha illallah.” Lalu, berikanlah mereka kabar gembira dengan surga. Sebab, orang yang sangat bijaksana sekali pun akan bingung pada suasana menjelang kematian seperti itu. Adapun setan, pada saat itu sangat dekat dengan manusia. Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, pandangan Malaikat Maut itu lebih dahsyat sakitnya daripada seribu kali tebasan pedang. Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, tidaklah keluar nyawa seorang hamba dari dunia sebelum dia merasakan sakit pada sekujur tubuhnya.”

Diriwayatkan oleh Baihaqi dari Abu Hurairah, dia berkata, aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Malaikat Maut akan menghampiri seseorang. Dia lalu memeriksa ke dalam hati orang itu, namun tidak ditemukan apa-apa. Dia lalu membuka kedua rahang orang itu, dan dia dapati ujung lidah orang itu sedang bergerak-gerak mengucapkan kalimat, “La ilaha illallah.” Maka, Allah mengampuninya karena kalimat ikhlas tersebut.” Hadis ini daif.

Penulis/Pewarta: Mualif
Editor: Abu Halima
©2025 Al-Marji

TAGS:

Berita Terkait