At-Tadzkirah Imam Qurthubi

Terjemahan Kitab at-Tadzkirah: Hakikat Kematian

(Foto: Universitas Muhamadiyah Malang)

فصل: قال العلماء: الموت ليس بعدم محض ولا فناء صرف وإنما هو انقطاع تعلق الروح بالبدن ومفارقته وحيلولة بينهما، وتبدل حال وانتقال من دار إلى دار، وهو من أعظم المصائب، وقد سماه الله تعالى مصيبة، وفي قوله {فأصابتكم مصيبة الموت} فالموت هو المصيبة العظمى والرزية الكبرى.

قال علماؤنا: وأعظم منه الغفلة عنه، والإعراض عن ذكره، وقلة التفكر فيه، وترك العمل له، وإن فيه وحده لعبرة لمن اعتبر وفكرة لمن تفكر، وفي خبر يروى عن النبي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لو أن البهائم تعلم من الموت ما تعلمون ما أكلت منها سميناً» .

ويروى أن إعرابياً كان يسير على جمل له فخر الجمل ميتاً، فنزل الأعرابي عنه وجعل يطوف به ويتفكر فيه ويقول: مالك لا تقوم؟ مالك لا تنبعث، هذه أعضاؤك كاملة وجوارحك سالمة. ما شأنك؟ ما الذي كان يحملك؟ ما الذي كان يبعثك؟ ما الذي صرعك؟ ما الذي عن الحركة منعك؟ ثم تركه وانصرف متفكراً في شأنه. متعجباً من أمره.

Mufradat

مَحْض : yang murni, bersih, tak bercampur, absolut, mutlak, sederhana, lurus

صَرْف : pembubaran, pemecatan, pembebastugasan, pemberhentian sementara

اِنْتِقَال : pergerakan, perpindahan, transportasi, transfer, pergeseran

رَزِيَّة : musibah, bencana

والإعراض : dan berpaling (إِعْرَاض : pergi meninggalkan; تَعَارَضَ - يَتَعَارَضُ : konflik, berselisih, bertentangan, berlawanan)

عَرَضَ - يعْرضُ :
1. menunjukkan, mendemonstrasikan, mengunjukkan, memperlihatkan, memajang, menyajikan, menampilkan, mempresentasikan;
2. menawarkan, mengajukan, menenderkan;
3. mengemukakan, mendidik, membantu, menyampaikan;
4. menawarkan, menyarankan, mengusulkan

قِلَّة : sedikit, langka, kelangkaan, keadaan sedikit, ketidakcukupan, kekurangan

يُرْوَى : dikisahkan

رَوَى - يَرْوِي : menceritakan, meriwayatkan, mengisahkan, menarasikan

ٱلْأَعْرَاب - أَعْرَاب : orang-orang Arab dusun

Terjemah

Menurut para ulama, kematian bukanlah kehilangan atau kemusnahan semata. Kematian adalah peristiwa terputusnya hubungan roh dengan jasad, terpisahnya jiwa dari raga, pergantian keadaan, dan perpindahan dari satu tempat ke tempat lain. Kematian adalah musibah yang paling besar. Allah Ta'ala menyebut kematian sebagai musibah sebagaimana dalam firman-Nya,

فَاَصَابَتْكُمْ مُّصِيْبَةُ الْمَوْتِۗ

"Lalu kamu ditimpa bahaya kematian." (QS. Al-Maidah: 106)

Kematian memang suatu musibah dan malapetaka yang besar. Tetapi, menurut para ulama, musibah yang lebih besar lagi ialah lupa pada kematian itu sendiri, tidak mau mengingatnya, jarang memikirkannya, dan tidak mau beramal untuk menghadapinya. Sesungguhnya di dalam kematian itu sendiri terdapat pelajaran bagi yang mau berpikir. Disebutkan dalam sebuah hadis bahwa Nabi Saw. bersabda, "Seandainya binatang itu mengetahui akan kematian seperti yang kalian ketahui, niscaya kalian tidak akan memakan binatang yang gemuk."

Diceritakan bahwa ada seorang dusun (Arab Badui) sedang menunggangi seekor unta. Entah kenapa untanya mendadak jatuh lalu mati. Lalu, ia segera turun sambil berputar-putar, ia berpikir apa yang sedang terjadi. Ia bertanya pada untanya, "Kenapa kamu tidak mau berdiri lagi? Lihat itu, seluruh anggota tubuhmu masih utuh dan tidak ada yang terluka! ada apa denganmu? Apa yang membuatmu begini? apa yang menyebabkan kamu tidak bisa bergerak sama sekali?" Kemudian ia meninggalkan untanya begitu saja sembari terus berpikir kenapa bisa terjadi seperti itu. Ia benar-benar merasa heran dan tidak habis pikir.

Seorang penyair membacakan syair tatkala menyaksikan seorang pewira yang meninggal di hadapannya,

"Isyarat kematian sudah menjemputnya ia terkapar dengan tangan terbentang dan mulut menganga dengan baju besi dan senjata yang masih dipegang

terkapar seperti seekor mangsa besar bahkan ia tidak peduli panggilan agung para raja karena maut telah menghinggap di atas kepalanya

apa kiranya yang terjadi pada dirimu, ketangguhanmu telah hilang, bahkan kamu tidak mampu bicara lagi

kabar ini, bukanlah pemberitaan di tempat ini, hanya saja, kita masih tidak peduli dan seakan-akan tidak pernah tahu."

Diriwayatkan oleh Abu Abdullah At-Tirmidzi dalam kitabnya, Nawadir Al-Ushul, aku mendengar dari Qutaibah bi Sa'ad dan Khatib bin Salim dari Abdul Aziz Al-Majisyun dari Muhammad Ibnu Al-Munkadir, ia berkata, putra Nabi Adam a.s meninggal, lalu beliau memberitahukan peristiwa itu kepada istrinya dan berkata, "Hawa bertanya, "Apa itu meninggal?" Beliau menjawab, "Orang meninggal itu tidak bisa makan, tidak bisa minum, tidak bisa berdiri, dan tidak bisa duduk." Mendengar itu, Hawa menangis keras. Beliau lalu berkata, "Hindari olehmu dan anak-anak wanitamu ri tangisan keras, aku dan anak-anak lelakiku tidak bertanggung jawab atas hal itu."

Adapun sabda Nabi Saw., "Mudah-mudahan dia masih bisa bertaubat terlebih dahulu," maksudnya ialah mencari keridaan Allah. Dan satu-satunya cara ialah dengan bertaubat serta tidak mengulangi perbuatan dosa. Demikian dikatakan Syeikh Al-Jauhari. Di dalam Al-Quran, hal itu diungkapkan oleh Allah Ta'ala saat menyinggung orang-orang kafir,

وَاِنْ يَّسْتَعْتِبُوْا فَمَا هُمْ مِّنَ الْمُعْتَبِيْنَ

"Dan jika mereka minta belas kasihan, maka mereka itu tidak termasuk orang yang pantas dikasihani." (QS. Fushshilat [41]:24)

Sahal bin Abdullah At-Tastari berkata, "Janganlah salah seorang di antara kalian mengharapkan mati kecuali untuk tiga orang. Yaitu orang yang tidak mengetahui apa yang akan terjadi setelah mati, orang yang sengaja lari dari takdir Allah, dan orang yang sudah sangat rindu bertemu dengan Allah "Azza wa jalla."

Ada riwayat yang mengatakan bahwa suatu hari Malaikta Maut mendatangi Nabi Ibrahim As. kekasih Allah, untuk mencabut nyawanya. Beliau lantas berkata, "Wahai Malaikat Maut, perahkah engkau melihat ada kekasih mencabut nyawa kekasihnya sendiri?" Malaikat Maut lalu naik ke langit menemui Tuhannya untuk mengadukan hal itu. Allah lalu berfirman kepada Malaikat Maut, "Katakan kepadanya, pernahkan engkau melihat seorang kekasih yang tidak ingin bertemu dengan kesihnya?" Malaikat Maut pun turun untuk menyampaikan pesan Tuhannya itu. Setelah kalimat itu disampaikan kepada Nabi Ibrahim As., maka beliau berkata, "Cabutlah nyawaku saat ini juga."

Abu Darda' berkata, setiap mukmin yang ditimpa dengan kematian, maksudnya adalah baik. Hal itu berdasarkan firman Allah Ta'ala,

وَمَا عِنْدَ اللّٰهِ خَيْرٌ لِّلْاَبْرَارِ

"Dan apa yang ada di sisi Allah lebih baik bagi orang-orang yang berbakti." (QS. Ali 'Imran [3]:198).

وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْٓا اَنَّمَا نُمْلِيْ لَهُمْ خَيْرٌ لِّاَنْفُسِهِمْ

"Dan jangan sekali-kali orang-orang kafir itu mengira bahwa tenggang waktu yang Kami berikan kepada mereka lebih baik baginya." (QS. Ali 'Imran [4]:178).

Hayyan Al-Aswad berkata, "Kematian adalah sebuah jembatan yang menghubungkan pertemuan dua kekasih."

Penulis/Pewarta: Muhamad Basuki
Editor: Abu Halima
©2023 Al-Marji

TAGS:

Berita Terkait