Fathul Qarib

Terjemah Fathul Qarib - Orang yang Memakai Perban dan Yang Boleh Dilakukan dengan Tayammum

(Foto: bincangsyariah.com)

وَإِذَا امْتَنَعَ شَرْعًا اسْتِعْمَالُ الْمَاءِ فِيْ عُضْوٍ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ عَلَيْهِ سَاتِرٌ وَجَبَ عَلَيْهِ التَّيَمُّمُ وَغَسْلُ الصَّحِيْحِ وَلَا تَرْتِيْبَ بَيْنَهُمُا لِلْجُنُبِ

Ketika secara syara’ tercegah untuk menggunakan air pada anggota badan, maka jika pada anggota tersebut tidak terdapat penutup, maka bagi dia wajib melakukan tayammum dan membasuh anggota yang sehat, dan tidak ada kewajiban tertib antara keduanya (tayammum & membasuh yang sehat) bagi orang yang junub.

أَمَّا الْمُحْدِثُ فَإِنَّمَا يَتَيَمَّمُ وَقْتَ دُخُوْلِ غَسْلِ الْعُضْوِ الْعَلْيِلِ

Adapun orang yang hadats kecil, maka dia boleh melakukan tayammum ketika sudah waktunya membasuh anggota yang sakit.

فَإِنْ كَانَ عَلَى الْعُضْوِ سَاتِرٌ فَحُكْمُهُ مَذْكُوْرٌ فِيْ قَوْلِ الْمُصَنِّفِ

Jika ada penghalang (satir) pada anggota yang sakit, maka hukumnya dijelaskan di dalam perkataan mushannif di bawah ini.

(وَصَاحِبُ الْجَبَائِرِ) جَمْعُ جَبِيْرَةٍ بِفَتْحِ الْجِيْمِ وَهِيَ أَخْشَابٌ أَوْ قَصْبٌ تُسَوَّى وَتُشَدُّ عَلَى مَوْضِعِ الْكَسْرِ لِيَلْتَحِمَ (يَمْسَحُ عَلَيْهَا) بِالْمَاءِ إِنْ لَمْ يُمْكِنْهُ نَزْعُهَا لِخَوْفِ ضَرَرٍ مِمَّا سَبَقَ

Orang yang memakai jaba’ir (perban), jaba’ir adalah bentuk kalimat jama’nya lafad jabirah, yaitu kayu atau bambu yang dipasang dan diikatkan pada anggota yang luka / retak agar supaya bersatu kembali / sembuh, maka ia wajib mengusap perbannya dengan air jika tidak memungkinkan untuk melepasnya karena khawatir terjadi bahaya yang telah dijelaskan di depan.

(وَيَتَيَمَّمُ) صَاحِبُ الْجَبَائِرِ فِيْ وَجْهِهِ وَيَدَّيْهِ كَمَا سَبَقَ

Dan orang yang memakai perban harus melakukan tayammum di wajah dan kedua tangan seperti yang telah dijelaskan.

(وَيُصَلِّيْ وَلَا إِعَادَةَ عَلَيْهِ إِنْ كَانَ وَضْعُهَا) أَيِ الْجَبَائِرِ (عَلَى طُهْرٍ) وَكَانَتْ فِيْ غَيْرِ أَعْضَاءِ التَّيَمُّمِ

Ia harus melakukan sholat dan tidak wajib mengulangi -ketika sudah sembuh-, jika ia memasang perbannya dalam keadaan suci dan diletakkan pada selain aggota tayammum.

وَإِلَّا أَعَادَ وَهَذَا مَاقَالَهُ النَّوَوِيُّ فِي الرَّوْضَةِ

Jika tidak demikian, maka ia wajib mengulangi sholatnya -ketika sudah sembuh-. Dan ini adalah pendapat yang disampaikan imam an Nawawi di dalam kitab ar Raudlah.

لَكِنَّهُ قَالَ فِي الْمَجْمُوْعِ إِنَّ إِطْلَاقَ الْجُمْهُوْرِ يَقْتَضِيْ عَدَمَ الْفَرْقِ أَيْ بَيْنَ أَعْضَاءِ التَّيَمُّمِ وَغَيْرِهَا.

Akan tetapi di dalam kitab al Majmu’, beliau berpendapat bahwa sesungguhnya kemutlakan yang disampaikan jumhur (mayoritas ulama’) menetapkan bahwa tidak ada perbedaan, maksudnya antara posisi perban yang berada pada anggota tayammum dan selainnya.

وَيُشْتَرَطُ فِي الْجَبِيْرَةِ أَنْ لَا تَأْخُذَ مِنَ الصَّحِيْحِ إِلَّا مَا لَا بُدَّ مِنْهُ لِلْاِسْتِمْسَاكِ

Perban disyaratkan harus tidak menutup anggota yang sehat kecuali anggota sehat yang memang harus tertutup guna memperkuat perban tersebut.

وَاللَّصُوْقُ وَالْعِصَابَةُ وَالْمَرْهَمُ وَنَحْوُهَا عَلَى الْجُرْحِ كَالْجَبِيْرَةِ

Lushuq, ishabah, murham dan sesamanya yang terdapat pada luka hukumnya sama dengan jabirah.

Yang Boleh Dilakukan dengan Tayammum

(وَيَتَيَمَّمُ لِكُلِّ فَرِيْضَةٍ) وَمَنْذُوْرَةٍ فَلَا يَجْمَعُ بَيْنَ صَلَاتَيِ فَرْضٍ بِتَيَمُّمٍ وَاحِدٍ وَلَا بَيْنَ طَوَافَيْنِ وَلَا بَيْنَ صَلَاةٍ وَطَوَافٍ وَلَا بَيْنَ جُمُعَةٍ وَخُطْبَتِهَا

Sesorang harus melakukan tayammum setiap hendak melakukan satu ibadah fardlu dan ibadah nadzar.[4][4] Sehingga ia tidak diperkenankan melakukan dua sholat fardlu, dua thowaf, sholat dan thowaf, sholat Jum’at dan khutbahnya hanya dengan satu kali tayammum.

وَلِلْمَرْأَةِ إِذَا تَيَمَّمَتْ لِتَمْكِيْنِ الْحَلِيْلِ أَنْ تَفْعَلَهُ مِرَارًا وَتَجْمَعُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الصَّلَاةِ بِذَلِكَ التَّيَمُّمِ

Ketika seorang wanita melakukan tayammum guna melayani sang suami, maka bagi dia diperkenankan melakukan pelayanan berulang kali dan melakukan sholat dengan tayammum tersebut.

وَقَوْلُهُ (وَيُصَلِّي بِتَيَمُّمٍ وَاحِدٍ مَاشَاءَ مِنَ النَّوَافِلِ) سَاقِطٌ مِنْ بَعْضِ نُسَخِ الْمَتْنِ.

Perkataan mushannif “ dengan satu tayammum, seseorang diperkenankan melakukan ibadah-ibadah sunnah yang ia kehendaki” tidak tercantum di dalam sebagian redaksi matan.

Penulis/Pewarta: Mualif
Editor: Abu Halima
©2025 Al-Marji

TAGS:

Berita Terkait