Fathul Qarib

Terjemah Fathul Qarib - Beberapa Fardhu Mandi

(Foto: Muhamad Basuki)

(فَصْلٌ) وَفَرَائِضُ الْغُسْلِ ثَلَاثَةُ أَشْيَاءَ

(Fasal) fardlunya mandi ada tiga perkara.    

أَحَدُهَا (النِّيَّةُ) فَيَنَوِي الْجُنُبُ رَفَعَ الْجِنَابَةِ أَوِ الْحَدَثِ الْأَكْبَرِ وَنَحوَ ذَلِكَ. وَتَنْوِي الْحَائِضُ وَالنُّفَسَاءُ رَفْعَ حَدَثَ الْحَيْضِ أَوِ النِّفَاسِ.

(1) Salah satunya adalah niat. Orang yang junub berniat menghilangkan hadas jinabah, menghilangkan hadats besar atau niat semisalnya. Sedangkan untuk wanita haidl dan wanita nifas, berniat menghilangkan hadats haidl atau hadats nifas.

رَفْع : mengangkat, menghilangkan

وَتَكُوْنُ النِّيَّةُ مَقْرَوْنَةً بِأَوَّلِ الْفَرْضِ وَهُوَ أَوَّلُ مَا يُغْسَلُ مِنْ أَعْلَى الْبَدَنِ أَوْ أَسْفَلِهِ.

Niat yang dilakukan harus bersamaan di awal kefardluan, yaitu awal bagian badan yang terbasuh, baik dari badan bagian atas atau bagian bawah.

مَقْرُونَةٌ : Isim maf`ul muannas dari kalimat قَرَنَ يَقْرُنُ maknanya dibarengi

فَلَوْ نَوَى بَعْدَ غَسْلِ جُزْءٍ وَجَبَتْ إِعَادَتُهُ.

Sehingga, kalau dia melakukan niat setelah membasuh bagian badan, maka wajib untuk mengulangi basuhan bagian tersebut.    

(وَإَزَالَةُ النَّجَاسَةِ إَنْ كَانَتْ عَلَى بَدَنِهِ) أَيِ الْمُغْتَسِلِ.

(2) Fardlu kedua adalah menghilangkan najis jika terdapat najis di badannya - orang yang melakukan mandi besar.    

وَهَذَا مَا رَجَّحَهُ الرَّافِعِيُّ. وَعَلَيْهِ فَلَا يَكْفِي غَسْلَةٌ وَاحِدَةٌ عَنِ الْحَدَثِ وَالنَّجَاسَةِ.

Hal ini (menghilangkan najis) adalah pendapat yang dikuatkan (tarjih) oleh imam ar-Rafi’i. Berdasarkan pendapat ini, maka satu basuhan tidak cukup untuk menghilangkan hadats dan najis sekaligus. 

رَجَّحَ - يُرَجِّحُ : melampaui, memilih untuk, menyukai, mengutamakan; mempertimbangkan berbagai kemungkinan, lebih mungkin

وَرَجَّحَ النَّوَوِيُّ الْاِكْتِفَاءَ بِغَسْلَةٍ وَاحِدَةٍ عَنْهُمَا.

Tetapi Imam An-Nawawi men-tarjih (menguatkan) bahwa satu basuhan sudah dianggap cukup untuk menghilangkan hadats dan najis sekaligus. 

اِكْتِفَاء : kepuasan, kecukupan 

وَمَحَلُّهُ مَا إِذَا كَانَتِ النَّجَاسَةَ حُكْمِيَّةً.

Tempatnya (pendapat imam an-Nawawi itu) adalah ketika najis yang berada di badan adalah najis hukmiyah[1].

أَمَّا إِذَا كَانَتِ النَّجَاسَةُ عَيْنِيَّةً وَجَبَ غَسْلَتَانِ عَنْهُمَا.

Sedangkan jika berupa najis ‘ainiyah[2], maka wajib melakukan dua basuhan untuk najis dan hadats tersebut.

(وَ إِيْصَالُ الْمَاءِ إِلَى جَمِيْعِ الشَّعْرِ وَالْبَشَرَةِ) وَفِيْ بَعْضِ النُّسَخِ بَدَلَ جَمِيْعِ أُصُوْلٌ.

(3) Fardlu ketiga adalah mengalirkan air ke seluruh bagian rambut dan kulit badan. Dalam sebagian redaksi diungkapkan dengan bahasa “ushul (pangkal)” sebagai ganti dari bahasa “jami’ (seluruh)”.    

وَلَا فَرْقَ بَيْنَ شَعْرِ الرَّأْسِ وَغَيِرِهِ وَلَا بَيْنَ الْخَفِيْفِ مِنْهُ وَالْكَثِيْفِ.

Tidak ada perbedaan antara rambut kepala dan selainnya, antara rambut yang tipis dan yang lebat.    

وَالشَّعْرُ الْمَضْفُوْرُ إِنْ لَمْ يَصِلِ الْمَاءُ إِلَى بَاطِنِهِ إِلَّا بِالنَّقْضِ وَجَبَ نَقْضُهُ.

Rambut yang digelung, jika air tidak bisa masuk ke bagian dalamnya kecuali dengan diurai, maka wajib untuk diurai.    

وَالْمُرَادُ بِالْبَشَرَةِ ظَاهِرُ الْجِلْدِ.

Yang dikehendaki dengan kulit adalah kulit bagian luar.    

وَيَجِبُ غَسْلُ مَا ظَهَرَ مِنْ صَمَاخَيْ أُذُنَيْهِ وَمِنْ أَنْفٍ مَجْدُوْعٍ وَمِنْ شُقُوْقِ بَدَنٍ.

Dan wajib membasuh bagian-bagian yang nampak dari lubang kedua telinga, hidung yang terpotong dan cela-cela badan.    

وَيَجِبُ إِيْصَالُ الْمَاءِ إِلَى مَا تَحْتَ الْقُلْفَةِ مِنَ الْأقْلَفِ وَإِلَى مَا يَبْدُوْ مِنْ فَرْجِ الْمَرْأَةِ عِنْدَ قُعُوْدِهَا لِقَضَاءِ حَاجَتِهَا.

Dan wajib mengalirkan air ke bagian di bawah kulupnya orang yang memiliki kulup (belum disunnat). Dan mengalirkan air ke bagian farji perempuan yang nampak saat ia duduk untuk buang hajat.    

وَمِمَّا يَجِبُ غَسْلُهُ الْمَسْرَبَةُ لِأَنَّهَا تَظْهَرُ فِيْ وَقْتِ قَضِاءِ الْحَاجَةِ فَتَصِيْرُ مِنْ ظَاهِرِ الْبَدَنِ.

Di antara bagian badan yang wajib dibasuh adalah masrabah (anus). Karena sesungguhnya bagian itu nampak saat buang hajat sehingga termasuk dari badan bagian luar.

[1] Najis hukmiyah adalah najis yang diyakini ada, tetapi tidak terlihat wujudnya, tidak berbau, dan tidak terasa. Contoh najis hukmiyah adalah air kencing yang sudah mengering atau bekas jilatan anjing dan babi yang sudah tidak terlihat.

[2] Najis 'ainiyah adalah najis yang memiliki warna, bau, dan rasa. Contoh najis 'ainiyah adalah tahi, bangkai hewan, dan darah. Cara menyucikan najis 'ainiyah adalah dengan mencucinya sampai warna, bau, dan rasanya hilang.

Sumber: https://www.islamiy.com/bersuci-taharah-kitab-fathul-qorib/

Penulis/Pewarta: Mualif
Editor: Abu Halima
©2024 Al-Marji

TAGS:

Berita Terkait