Terjemah Syarah Kitab Tijan Darori - Sifat Shiddiq bagi Rasul dan Lawannya

(Foto: alif.id)

Bagian yang kedua

الْقِسْمُ الثَّانِي

(وَ) أَمَّا الْقِسْمُ الثَّانِي وَهُوَ النَّبَوِيَّاتُ فَيَشْتَمِلُ عَلَى مَا يَجِبُ لِلأَنْبِيَاءِ وَمَا يَسْتَحِيْلُ فِي حَقِّهِمْ وَمَا يَجُوْزُ عَلَيْهِمْ

(Dan) adapun bagian yang kedua, yaitu mengenai masalah kenabian, memuat pembahasan tentang sifat-sifat yang wajib, mustahil, dan jaiz bagi para Nabi.

فَالَّذِي (يَجِبُ فِي حَقِّ الرُّسُلِ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَالَّسَلَامُ الصِّدْقُ) وَهُوَ مُطَابَقَةُ خَبَرِهِمْ لِلْوَاقِعِ وَلَوْ بِحَسَبِ اعْتِقَادِهِمْ

Adapun (sifat-sifat yang wajib pada hak para Rasul Shalallahu alaihi wassalam, yaitu sifat Shidiq (benar)) yaitu kesesuaian pengabaran mereka dengan kenyataan, walaupun dengan ukuran keyakinan mereka.

كَمَا فِي قَوْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَالسَّلَامَ كُلُّ ذَلِكَ لَمْ يَكُنْ

لَمَّا قَالَ ذُوْ الْيَدَيْنِ حِيْنَ سَلَّمَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَالسَّلَامَ مِنْ رَكْعَتَيْنِ مِنَ الظُّهْرِ أَقْصَرْتَ الصَّلَاةَ أَمْ نَسِيْتَ يَا رَسُوْلَ اللهِ

Sebagaimana yang terdapat dalam sabda Nabi Saw. : Semua itu tidak terjadi.

Sebagai jawaban beliau Saw., ketika Dzulyadain bertanya pada saat Nabi Saw. Mengucapkan salam pada rokaat kedua shlolat Zuhur : ”Apakah engkau meng-qoshor sholat atau engkau lupa, ya Rasuluwloh ?”

(وَضِدُّهُ الْكِذْبُ) أَيْ عَدَمُ مُطَابَقَةِ خَبَرِهِمْ لِلْوَاقِعِ وَافَقَ الْاعْتِقَادَ أَمْ لَا

(Adapun sifat lawanannya adalah Kidzib (berdusta) yakni tidak sesuainya pengkabaran mereka dengan kenyataan, baik sesuai dengan keyakinan atau tidak.

(وَالدَّلِيْلُ عَلَى ذَلِكَ) أَيْ وُجُوْبِ الصِّدْقِ لَهُمْ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ (أَنَّهُمْ لَوْ) لَمْ يَصْدِقُوْا لَلَزِمَ كِذْبُهُمْ لِأَنَّهُ لَا وَاسِطَةَ بَيْنَ الصِّدْقِ وَالْكِذْبِ

(Adapun dalil atas hal itu) yakni dalil wajibnya bersifat Shidiq bagi para Rasul Saw. Adalah (bahwa sesungguhnya para Rasul, seandainya) mereka tidak benar, maka pastilah mereka dusta. Karena sesungguhnya tidak ada pertengahan antara benar atau dusta.

وَلَوْ (كَذَبُوْا لَكَانَ خَبَرُ اللهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى) بِأَنَّهُمْ صَادِقُوْنَ (كَاذِبًا)

Dan seandainya (mereka berdusta, maka pastilah berita Allah SWT bahwasanya mereka orang-orang yang benar (adalah berita yang dusta).

وَالْمُرَادُ خَبَرُهُ تَعَالَى الْحِكَمِيُّ وَهُوَ الْمُعْجِزَةُ وَهُوَ فِعْلُ اللهِ تَعَالَى لِأَنَّ اللهَ تَعَالَى صَدَّقَهُمْ بِالْمُعْجِزَاتِ

Yang dimaksud dengan berita Allah ta’ala adalah berita Allah taala yang berhubungan dengan hikmah, yaitu mukjizat, yaitu perbuatan Allah ta’ala. Karena sesungguhnya Allah ta’ala menguatkan pembenaran kepada mereka (pada para nabi) dengan memberikan mukjizat.

فَإِنَّهُ تَعَالَى لَمْ يُجْرِ عَادَتَهُ مِنْ أَوَّلِ الدُّنْيَا إلَى الْآنَ بِتَمْكِيْنِ الْكَاذِبِ مِنَ الْمُعْجِزَاتِ

Karena sesungguhnya Allah ta’ala tidak memberlakukan kebiasaan-Nya mulai dari awal dunia ini sampai sekarang dengan memberikan memungkinkan pendusta untuk menerima mukjizat-Nya.

بَلْ أَجْرَى عَادَتَهُ بِوُقُوْعِهَا مِنَ الصَّادِقِ دُوْنَ الْكَاذِبِ

Akan tetapi Allah memberlakukan kebiasaan-Nya dengan terjadinya mukjizat itu dari orang-orang yang benar, bukan para pendusta.

وَإِذَا خَيَّلَ بِسِحْرٍ أَوْ نَحْوِهِ أَظْهَرَ فَضِيْحَتَهُ عَنْ قُرْبِ ذَلِكَ

وَمَعْلُوْمٌ أَنَّ تَصْدِيْقَ الْكَاذِبِ كِذْبٌ

Apabila pendusta itu mengkaburkan pandangan seseorang dengan sihir dan sejenisnya, maka Allah memperlihatkan aib orang tersebut dalam waktu yang dekat.

Dan sudah maklum bahwa membenarkan orang-orang yang dusta itu adalah satu kebohongan.

(وَهُوَ) أَيْ كَوْنُ خَبَرِهِ تَعَالَى كَاذِبًا (مُحَالٌ)

لِأَنَّ خَبَرَهُ تَعَالَى عَلَى وِفْقِ عِلْمِهِ وَالْخَبَرُ الَّذِي عَلَى وِفْقِ الْعِلْمِ لَا يَكُوْنُ إِلَّا حَقًّا

(Dan hal itu) yakni keadaan kabar Allah ta’ala dusta (adalah mustahil).

Karena sesungguhnya kabar Allah Subhanahu Wa Taala itu sesuai dengan pengetahuan-Nya. Dan kabar yang sesuai dengan pengetahuan itu tidak ada kecuali pasti benar.

وَإِذَا اسْتَحَالَ كِذْبُهُ تَعَالَى ثَبَتَ صِدْقُهُ وَإِذَا ثَبَتَ صِدْقُهُ صَحَّ تَصْدِيْقُهُ لِلرُّسُلِ

وَإِذَا صَحَّ ذَلِكَ ثَبَتَ صِدْقُهُمْ وَهُوَ الْمَطْلُوْبُ

Dan jika mustahil Allah berdusta, maka tetaplah benarnya Allah ta’ala, maka sah-lah pembenaran Allah ta’ala terhadap para Rasul.

Dan apabila telah sah pernyataan seperti itu, maka tetaplah benarnya para Rasul dan pernyataan itulah yang dicari.***

Penulis/Pewarta: Muhamad Basuki
Editor: Abu Halima
©2025 Al-Marji

TAGS:

Berita Terkait